Mengelola Peradaban Surga Dunia
Hari
ini, tepat 20 September 1811 diriku baru saja tiba di Batavia, kota yang
diciptakan Belanda sebagai pusat aktivitas perdagangannya. Aku berada di
pelataran Paleis te Rijswijk, tempat tinggal para gubernur jenderal
terdahulu. Kedatangan ku di tempat ini bukan untuk mendiami istana ini,
melainkan untuk melihat apa yang telah Belanda lakukan di kota ini. Sebenarnya,
aku telah memilih untuk mendiami Buitenzorg yang berada
di hulu Sungai Ciliwung.
Saat aku masuk ke
dalam tempat ini, nampak jelas bahwa inilah saksi bisu atas apa yang telah
Belanda lakukan di tanah surga ini. Aku melihat dokumen dan arsip surat yang
tersusun rapih di salah satu sudut ruang kerja gubernur jenderal. Perlahan, aku
mulai menelaah satu per satu dokumen dan arsip yang ada. Dari dokumen – dokumen
itulah yang akan kujadikan pertimbangan dalam mengupayakan kemajuan di tanah
surga ini.
Fajar mulai memunculkan dirinya di ufuk timur, ayam
mulai berkokok sebagai tanda hari baru telah tiba dan semangat baru telah
lahir. Aku pun terbangun dari tidurku yang indah ini, dalam tidur aku bermimpi
bahwasanya tanah ini akan menjadi batu loncatan untuk kemajuan dunia.
Setelah beberapa saat menyadarkan diri, aku
beranjak dari ranjangku menuju ruang kerjaku. Di sana terdapat sarapan yang
telah dihidangkan oleh koki pribumi yang sangat ramah. Menu sarapan pagiku kali
ini adalah roti yang berisikan telur mata sapi dengan susu sapi yang segar. Memang,
harus kuakui masakan tradisional tanah ini merupakan salah satu masakan
terlezat yang pernah sampai di lidahku!
Setelah selesai makan, inilah waktunya aku
merumuskan apa yang akan aku kontribusikan pada tanah surga ini. Langkah pertama
yang aku lakukan adalah membuka peta geografis tanah ini, tercatat nama jawa
dalam peta yang aku pegang. Aku tak bisa menyebutkan nama ini, terlalu ringkih.
Kurasa nama ini salah, mungkin yang benar adalah Java?Entahlah.
Setelah ku pertimbangan aspek geografis dan
kudengar masukan dari para ilmuwan yang telah meneliti tanah ini sebelumnya,
maka aku putuskan untuk membagi tanah ini menjadi 16 Karasidenan yang tercakup
dalam 4 Provinsi, yaitu Java Barat, Java
Tengah, Java Timur, dan Yogyakarta. Yogyakarta aku beri porsi menjadi sebuah
Provinsi dikarenakan unsur kultural dan historisnya yang kuat.
Setelah permasalahan administrasi negara rampung,
aku membedah memoar yang berisikan tentang sistem pemerintahan Belanda
terdahulu yang berbentuk Kolonialisme, menurutku sistem ini sangatlah merugikan
pribumi tanah ini. Selain mereka diperalat, mereka pun kehilangan kekayaan yang
pada hakikatnya itu merupakan hak mereka.
Aku melihat sistem yang telah kugunakan di India
lebih baik, namanya Feodalisme. Memang, asumsi pribumi diperalat tak bisa aku
bantah. Namun, sistem yang aku gunakan lebih mementingkan unsur eksplorasi
dalam pengelolaan sumber daya alam yang dimilikinya. Eksplorasi menekankan pada
penggunaan dan penarikan untung secukupnya, serta penelitian untuk
mengembangkan situs alam itu. Coba bandingkan dengan sistem Eksploitasi yang
dimiliki Belanda yang sudah kadung menyiksa pribumi.
Di saat perumusan belum sepenuhnya rampung, datang
bupati yang dipekerjakan oleh Belanda dahulu. Ia menyampaikan keluhannya selama
di perintah oleh Belanda, dan ia menginginkan diri untuk berstatus pegawai
pemerintah karena ia tidak memperoleh penghasilan yang pasti dan tidak menutp
kemungkinan ia akan mengambil upeti dari rakyatnya, ini yang aku khawatirkan. Maka,
dengan menimbang hal itu aku tetapkanlah bahwa setiap bupati adalah pegawai
pemerintah.
Kedatangan bupati itu, menyadarkan aku bahwa ada
bidang yang tak kalah penting yang harus aku kembangkan, yaitu ekonomi. Aku baca
buku besar Pemerintah Belanda mengenai kondisi keuangan yang ada di tanah surga
ini. Sedih rasanya membaca buku itu, sebab dalam buku itu tergambarkan kondisi
ekonomi yang sangat merugikan pribumi tanah ini.
Oleh karena itu maka aku putuskan untuk memberi
kebabasan menanam tanaman ekspor karena aku melihat potensi tanah ini yang begitu
besar akan pertaniannya dibandingkan dijadikan kebun tanaman ekspor. Ditambah lagi,
jumlah penduduk yang begitu besar di tanah ini yang harus dijamin kehidupannya.
Pajak hasil bumi yang menjadi batu sandungan bagi rakyat pun aku hapuskan
karena aku yakin keuntungan yang aku peroleh tidak ada gunanya jika pribumi
tanah ini merasa tidak nyaman dengan kehadiranku.
Untuk mengganti semua sistem Belanda itu, maka aku
terapkan sistem landrent yaitu sistem dimana rakyat dianggap menyewa tanah – tanah negara yang
di tempatinya. Bagiku, sistem ini lebih adil bagi rakyat, karena tidak adanya
pemberatan bagi pribumi dalam sistem ini. Pribumi hanya diminta untuk membayar
sesuai ketentuan yang berlaku, tidak lebih dari itu.
Tapi aku harus menghadirkan keuntungan bagi
bangsaku. Maka, aku cari referensi bentuk apa yang harus aku monopoli untuk
mendatangkan keuntungan bagi bangsaku. Tanah ini kaya akan lautnya, maka kuputuskan
untuk memonopoli garam. Karena kurasa monopoli ini merupakan win – win solution bagiku. Minuman keras yang membahayakan
bagi kemaslahatan pribumi pun, aku monopoli agar terkontrol keberadaannya di
tengah masyarakat.
Di bidang hukum dan kehakiman, aku akan terapkan
sistem yang telah lama menjadi role model di bangsaku. Sistem Court Justice, Court of Request , dan Police Magistrate. Karena sistem yang diterapkan Belanda sangat tidak
adil dan merugikan bagi pribumi tanah ini.
Aku memiliki latar belakang keilmuwan yang
mendalam, aku melihat bahwa nanti akan aku buat buku mengenai keberadaanku di
jawa, buku yang aku buat nantinya akan menjadi karya monumental yang diingat
sepanjang masa. Keberadaan ilmu bagiku sangat penting adanya untuk memajukan
bangsa ini, maka dari itu aku mendukung keberadaan Bataviaasch Genootschap untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang ada.
Kupandangi halaman luas yang membentang di
sekitarku, begitu indah. Aku memiliki pikiran untuk menjadikan tempat ini
sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan yang ada, apalagi botani yang
sangat kucintai.
Masih banyak lagi yang ingin aku rumuskan, namun
aku sangat lelah saat ini. Sinar senja telah datang, tak terasa waktu berjalan
cepat saat aku rumuskan ini. Masih banyak lagi yang ingin aku tuliskan dalam
memoar ini, waktu telah merenggut kebersamaan kita. Kututup memoarku bagian
ini. Terakhir, sungguh tanah surga ini merupakan karya monumental Tuhan bagi
umat manusia, tanah ini merupakan cara tuhan memberi tahu manusia kalau bumi
itu telah diciptakan seindah mungkin, maka jagalah ia seanggun mungkin.
Komentar
Posting Komentar